Hujan turun di atas makam kakek. Bukan hujan biasa, melainkan bulir-bulir dingin yang menari-nari di atas nisan, seolah berbisik tentang kesedihan yang tak terkatakan. Aroma tanah basah bercampur dengan wangi dupa yang membubung, menciptakan atmosfer sunyi sekaligus indah, seperti kanvas yang dilukis oleh kerinduan. Di situlah aku berdiri, bukan sebagai manusia utuh, melainkan bayangan yang menolak pergi, roh yang terikat pada dunia karena sebuah kebenaran yang belum sempat terucap.
Dulu, aku adalah Lin Wei, seorang fotografer muda yang penuh semangat. Sekarang, aku hanyalah... sisa. Fragmen ingatan yang melayang-layang di antara dunia hidup dan alam baka. Kematianku mendadak, kecelakaan lalu lintas yang merenggut nyawa sebelum aku sempat mengakui... semuanya.
Hidupku sebelum kematian terasa seperti folder komputer bernama "Jangan Dihapus". Di dalamnya tersimpan foto-foto kenangan, rahasia kecil, dan yang paling penting, pengakuan yang tak pernah terkirimkan. Pengakuan cinta pada Xiao Mei, sahabat terbaikku. Sekarang, folder itu... terhapus. Data-data itu... korup.
Aku kembali, bukan untuk membalas dendam pada siapa pun, melainkan untuk menuntaskan apa yang tertinggal. Aku ingin Xiao Mei tahu, sebelum aku benar-benar pergi, bahwa cintaku padanya bukanlah ilusi. Bahwa setiap jepretan kamera yang kuarahkan padanya adalah bentuk pujian yang bisu.
Malam-malamku dihabiskan mengawasi Xiao Mei. Dia tampak tegar, namun matanya menyimpan kesedihan mendalam. Aku mencoba berkomunikasi, mengirimkan getaran dingin melalui angin, membisikkan namanya dalam mimpi. Sia-sia. Dia tidak bisa melihatku.
Suatu malam, aku melihatnya duduk di depan komputermu, memandangi folder "Jangan Dihapus" yang kosong. Air matanya menetes membasahi keyboard. Hatiku hancur. Aku mendekat, mencoba menyentuhnya, namun tanganku menembus tubuhnya. Aku hanyalah hantu.
Aku sadar, kebenaran tidak harus selalu diucapkan dengan kata-kata. Kebenaran bisa hadir dalam tindakan, dalam kenangan yang tersimpan dalam hati. Aku melihat Xiao Mei membuka salah satu foto, fotoku saat masih hidup, tersenyum padanya dari balik lensa. Senyum itu... tulus.
Saat itulah aku mengerti. Dia sudah tahu. Mungkin tidak secara eksplisit, namun dia merasakan getaran cintaku selama ini. Dan itu... cukup.
Tugas selesai. Beban di pundakku terasa ringan. Rasa sakit perlahan menghilang, digantikan oleh perasaan damai. Aku melihat Xiao Mei, kali ini dengan pandangan yang berbeda. Bukan lagi dengan cinta yang membara, melainkan dengan kasih sayang seorang sahabat.
Aku siap pergi. Hujan di atas makam kakek berhenti. Matahari mulai menyingsing, memancarkan cahaya hangat. Aku berbalik, menatap dunia untuk terakhir kalinya.
Mungkin... hanya mungkin... arwah itu baru saja tersenyum untuk terakhir kalinya...
You Might Also Like: 7 Fakta Arti Mimpi Dicakar Ikan Cupang
Post a Comment