Pelukan yang Menyisakan Bekas Luka
(Adegan 1: Hujan Kota & Aroma Kopi Pahit)
Hujan Jakarta, seperti air mata yang tak pernah kering, terus saja membasahi kaca jendela kafe. Di balik kaca, Anya menyesap kopi latte yang terasa pahit di lidahnya. Bukan karena kopinya, tapi karena kenangan. Kenangan tentang Kai.
Notifikasi ponselnya berkedip. Bukan dari Kai. Lagi-lagi. Sudah tiga bulan sejak pesan terakhir mereka, sisa-sisa percakapan yang menggantung di ruang obrolan, tak pernah benar-benar diakhiri. Dia menghilang seperti asap.
(Adegan 2: Mimpi di Antara Layar)
Anya ingat mimpi-mimpi mereka, dibangun di atas percakapan larut malam, emoticon hati, dan janji untuk bertemu di dunia nyata. Kai, dengan senyumnya yang menenangkan dan mata teduhnya, adalah segala yang ia inginkan. Tapi kenyataannya, Kai lebih ahli dalam menyembunyikan daripada mengungkapkan.
Ia menemukan Kai di aplikasi kencan. Pertemuan pertama mereka, di museum seni modern, terasa seperti deja vu. Mereka langsung terhubung. Sama-sama menyukai puisi, film klasik, dan berjalan di bawah BINTANG Jakarta yang redup.
(Adegan 3: Kenangan yang Tak Bisa Dihapus)
Kenangan itu bagai pecahan kaca yang menusuk-nusuk hatinya. Sentuhan lembut Kai, pelukan hangatnya, semua terasa seperti pembohongan yang indah. Anya tahu, di lubuk hatinya, ada sesuatu yang Kai sembunyikan. Sebuah rahasia yang besar, cukup untuk meruntuhkan istana pasir yang mereka bangun.
Anya menggeser layar ponselnya. Foto-foto mereka, masih tersimpan rapi di galeri. Senyum Kai, begitu menawan, begitu menipu. Ia mencoba menghapus foto-foto itu, tapi jarinya terasa kaku. Ia tidak bisa. Ia belum bisa melepaskan.
(Adegan 4: Misteri yang Belum Selesai)
Suatu malam, Anya tanpa sengaja menemukan akun media sosial Kai yang tersembunyi. Di sana, ia melihat foto-foto Kai dengan seorang wanita, seorang anak kecil. Keluarga. Dunia Anya runtuh seketika.
Kai ternyata sudah menikah.
Kemarahan dan kesedihan bercampur aduk menjadi koktail pahit yang membakar dadanya. Ia ingin berteriak, ingin memaki, ingin menghancurkan semuanya. Tapi ia hanya terdiam, air mata mengalir deras membasahi pipinya.
(Adegan 5: Rahasia yang Terungkap)
Anya memutuskan untuk menemui istri Kai. Pertemuan itu singkat dan dingin. Istri Kai, seorang wanita anggun dengan mata yang menyimpan kesedihan yang sama, mengatakan, "Aku tahu tentang kamu. Aku tahu semuanya."
Anya tidak tahu harus berkata apa. Ia merasa malu, bersalah, dan sangat bodoh. Ia adalah wanita lain, korban dari kebohongan seorang pria.
(Adegan 6: Balas Dendam yang Lembut)
Anya menarik napas dalam-dalam. Ia tahu, balas dendam terbaik bukanlah dengan berteriak atau menghancurkan, tapi dengan melepaskan. Ia mengetik sebuah pesan, satu-satunya pesan yang akan ia kirim:
"Aku tahu segalanya. Selamat tinggal, Kai."
Ia menghapus nomor Kai dari ponselnya. Ia memblokir semua akun media sosialnya. Ia menutup buku tentang Kai, dan membakarnya.
(Adegan 7: Keputusan yang Menutup Segalanya Tanpa Kata)
Anya berdiri dari kursinya, menyeka air matanya. Ia melangkah keluar dari kafe, menerobos hujan Jakarta. Ia tidak tahu ke mana ia akan pergi, tapi ia tahu satu hal: ia akan memulai hidup yang baru. Tanpa Kai. Tanpa kebohongan. Tanpa bekas luka.
Anya tersenyum. Sebuah senyum tipis, tapi LEGA.
Di tengah keramaian kota, Anya berbisik pada dirinya sendiri: "Aku… bebas?"
You Might Also Like: Supplier Kosmetik Tangan Pertama Bisnis
Post a Comment