Seru Sih Ini! Ia Mengganti Namaku Jadi "Jangan Dibuka"

Ia Mengganti Namaku Jadi "Jangan Dibuka"

Kabut tipis menyelimuti danau saat aku duduk di tepi dermaga. Suara guqin yang dimainkan He Lan, sahabatku, terdengar sayup, menyayat kalbu. Dulu, suara ini selalu menenangkan, kini justru menusuk-nusuk luka lama.

Lima tahun lalu, aku adalah Mei Hua, bunga plum yang mekar di musim dingin. Ia, Li Wei, menjanjikan kehangatan matahari untukku. Janji yang patah, seperti kaca yang terinjak. Ia menikahi Lin Yue, putri konglomerat, demi kekuasaan.

Sejak hari itu, aku menjadi "Jangan Dibuka".

Li Wei sendiri yang menamai aku demikian. Ia mengirimiku amplop tanpa nama, hanya tulisan tangan kaligrafinya: "Jangan Dibuka". Di dalamnya, selembar kertas kosong. Awalnya aku bingung. Lalu, aku mengerti. Aku adalah rahasia yang harus disimpan rapat-rapat. Rahasia tentang... itu.

Aku memilih diam. Bukan karena lemah, tapi karena melindungi sesuatu yang jauh lebih berharga. Sesuatu yang bahkan Li Wei sendiri tidak tahu keberadaannya. Sesuatu yang akan mengguncang fondasi kekaisarannya.

Aku bekerja sebagai pustakawan di perpustakaan desa. Hari-hariku sunyi, hanya ditemani tumpukan buku tua dan aroma tinta. Sesekali, He Lan menjengukku, membawakan teh melati dan berita tentang Li Wei. Setiap kali namanya disebut, dadaku terasa sesak.

Misteri mulai menyelimuti hidupku. Orang-orang asing dengan tatapan dingin mulai mengawasiku dari kejauhan. Surat-surat anonim berisi ancaman berdatangan. Siapa yang tahu tentang "Jangan Dibuka"? Siapa yang ingin membungkamku?

Suatu malam, aku menemukan sebuah kotak kayu kecil di antara tumpukan buku. Tanpa nama. Tanpa pengirim. Instingku berteriak. Aku membukanya. Di dalamnya, sebuah liontin perak berbentuk bunga plum, persis seperti yang pernah diberikan Li Wei padaku. Tapi, di belakangnya, terukir sebuah nama... Mei Ling.

Mei Ling. Nama yang tidak kukenal. Sampai aku menemukan sebuah foto tua di balik liontin itu. Seorang wanita tersenyum, wajahnya sangat mirip... denganku.

Seminggu kemudian, He Lan memberiku kabar. Lin Yue meninggal dunia dalam kecelakaan mobil. Li Wei terpukul. Tapi, yang lebih mengejutkan, He Lan menambahkan: "Sebelum meninggal, Lin Yue mewariskan seluruh kekayaannya kepada seorang wanita bernama... Mei Ling. Ia meninggalkan pesan: 'Untuk adikku yang telah lama hilang'."

Semua potongan puzzle itu akhirnya menyatu. Aku bukan Mei Hua. Aku adalah Mei Ling, adik kandung Lin Yue yang dipisahkan sejak kecil. Li Wei tidak tahu bahwa aku adalah ahli waris sah kekayaan Lin.

Takdir memang punya caranya sendiri untuk membalas dendam. Bukan dengan kekerasan, tapi dengan ironi yang pahit dan indah. Li Wei, yang menginginkan kekuasaan, kini justru berlutut di hadapan wanita yang ia campakkan.

Aku melihatnya dari kejauhan, saat ia menghadiri upacara peresmian yayasan amal yang kubangun atas nama Lin Yue. Matanya memancarkan penyesalan yang mendalam. Ia mencoba mendekatiku, tapi aku menghindar. Aku tersenyum tipis, lalu berbisik pada diriku sendiri, "Mungkin, ini saatnya... 'Jangan Dibuka' membuka diri."

Ia menatapku dengan pandangan penuh tanya, seperti mencari jawaban yang tak akan pernah ia temukan.

Dan aku, Mei Ling, melangkah menjauh, meninggalkan bayangan Li Wei yang terpaku di tempatnya, sementara alunan guqin malam itu seolah mengiringi kepergianku... menuju takdir yang benar-benar baru.

You Might Also Like: Groundwater Degradation Accelerates As

OldestNewer

Post a Comment