Absurd tapi Seru: Ratu Itu Memandang Laut, Berharap Gelombang Bisa Menghapus Masa Lalunya.

Di puncak tebing karang yang menjulang, berlumut oleh usia dan terpaan angin, berdiri seorang ratu. Bukan ratu dengan mahkota permata berkilauan, melainkan ratu yang mengenakan kesunyian sebagai jubahnya, dan kesedihan sebagai tiara tak terlihat. Rambutnya, sehalus sutra perak yang dicuri dari bulan, menari liar dihembus bayu. Laut membentang di hadapannya, tak berujung, tak terperi, sebuah cermin raksasa yang memantulkan KESEPIAN hatinya.

Ombak berdebur, seperti bisikan ribuan jiwa yang terlupakan. Setiap buih adalah kenangan yang memudar, setiap tarikan gelombang adalah harapan yang pupus. Sang ratu menatap jauh, melampaui cakrawala, ke sebuah masa lalu yang terukir dalam debu mimpi.

Dulu, di sana, di sebuah istana yang kini hanya menjadi reruntuhan dalam ingatannya, hadir seorang pangeran. Bukan pangeran berzirah gemerlap, melainkan pangeran dengan senyum sehangat mentari pagi, dan mata sebiru permata laut. Cinta mereka, seindah bunga persik yang mekar di musim semi, seharum melati di malam purnama, ABADIKAN dalam lukisan hati.

Tapi, cinta itu terlarang. Terpisahkan oleh tembok kekuasaan, jurang perbedaan, dan kutukan takdir. Pangeran itu lenyap, seperti kabut pagi yang ditiup angin. Meninggalkan sang ratu seorang diri, di istana kesunyian, dengan luka yang tak pernah sembuh.

Kini, ia berdiri di sini, di hadapan lautan yang maha luas, berharap gelombang bisa menghapus jejaknya, menelan air matanya, melenyapkan kenangannya. Ia ingin melupakan senyum itu, tatapan itu, sentuhan itu… semua ilusi yang telah meracuni hatinya.

Ia mengangkat tangannya, meraih angin, seolah ingin menangkap bayangan pangeran yang hilang. Di matanya, terpantul siluet seorang pria… bukan pangeran muda yang dikenalnya, melainkan seorang lelaki tua, dengan kerutan di wajahnya dan rambut memutih. Pria itu tersenyum, senyum yang sama, senyum yang telah menghantuinya selama bertahun-tahun.

Tiba-tiba, ingatan itu menghantamnya! Bukan ratu yang berdiri di tebing itu, melainkan seorang wanita tua, sebatang kara, dengan penyakit Alzheimer yang menggerogoti ingatannya. Pangeran itu bukan kekasih terlarang, melainkan suaminya, belahan jiwanya, yang telah lama meninggal dunia. Laut itu bukan saksi kesedihan, melainkan tempat di mana abu suaminya ditaburkan.

Misteri terpecahkan. Kebenaran terungkap. Tapi, keindahan mimpi itu, ilusi cinta abadi itu, justru membuat luka kehilangan semakin MENDALAM.

Dan di kejauhan, terdengar bisikan lirih, "Apakah kau masih ingat padaku, sayang?"

You Might Also Like: Agen Kosmetik Fleksibel Kerja Dari

Post a Comment