Seru Sih Ini! Cinta Yang Kuterjemahkan Dalam Luka

Kabut pagi menyelimuti Danau Bulan, seputih mimpi yang baru saja terbangun. Di tepiannya, berdiri paviliun bambu yang rapuh, saksi bisu bisikan angin dan bayang-bayang yang menari. Di sanalah, di dalam lukisan tua yang berdebu, aku pertama kali melihatnya.

Wajahnya bagai ukiran giok, selembut kelopak plum yang gugur di musim semi. Matanya, dua permata hitam legam, menyimpan samudra kesedihan yang tak terucapkan. Dia bernama Mei, atau mungkin bukan. Namanya hanyalah gema di lorong waktu yang terlupakan.

Setiap malam, aku menyelami lukisan itu, menembus dimensi ruang dan mimpi. Kami bertemu di tengah kebun persik yang tak berujung, di bawah pohon sakura yang mekar abadi. Kata-kata kami adalah hembusan napas, tatapan kami adalah cermin jiwa. Cinta kami adalah melodi sunyi, yang hanya bisa didengar oleh hati yang merindu.

Tapi, setiap fajar menyingsing, lukisan itu kembali menjadi sunyi. Mei menghilang, kembali ke dunia di balik kanvas, meninggalkan aku dengan rasa sakit yang tajam bagai serpihan kaca. Aku mencoba mencarinya di dunia nyata, di antara keramaian kota dan kesunyian desa. Tapi, dia tetaplah ilusi, bayangan yang tak bisa diraih.

Aku bertanya pada para tetua, pada para penjual ramuan, pada para peramal nasib. Mereka semua menggelengkan kepala. "Gadis itu hanyalah legenda," kata mereka. "Kisah tentang cinta terlarang, tentang jiwa yang terkutuk."

Namun, aku tak menyerah. Aku terus mencari, terus bermimpi, terus berharap. Hingga suatu malam, aku menemukan sebuah gulungan lontar kuno di loteng rumah tua. Di sana, terukir kisah seorang putri yang dikhianati kekasihnya, seorang putri yang mengutuk dirinya sendiri untuk hidup abadi di dalam lukisan.

Nama putri itu... adalah Mei.

TRAGEDI itu menyayat hatiku. Cinta yang selama ini kukejar ternyata hanyalah gema dari luka masa lalu, sebuah ilusi yang dirajut dari penyesalan dan kesepian. Aku adalah korbannya, terperangkap dalam lingkaran waktu yang tak berujung.

Di pagi hari berikutnya, aku kembali ke paviliun bambu. Aku memandang lukisan itu dengan air mata yang menetes perlahan. Mei menatapku dengan senyum pahit. Dia tahu aku telah mengetahui segalanya.

Kemudian, sebuah suara berbisik dari dalam lukisan, suara yang merobek keheningan seperti petir di siang bolong.

" Aku adalah reinkarnasi dari kekasihnya."

Dan saat itulah, aku mengerti. Cinta yang kuterjemahkan dalam luka, adalah kutukan yang harus kutanggung selamanya.

Bisakah kau mendengar bisikan daun yang jatuh di musim gugur, sayangku?

You Might Also Like: Skincare Terbaik Dengan Harga

Post a Comment