Dracin Seru: Janji Itu Tertinggal Di Ruang Tahta, Bersama Bayangan Kita Yang Tak Pernah Pulang

Janji Itu Tertinggal Di Ruang Tahta, Bersama Bayangan Kita Yang Tak Pernah Pulang

Bunga plum mekar di taman istana, sama seperti seratus tahun yang lalu. Wanginya—semanis air mata dan sepahit pengkhianatan—menguar di antara pilar-pilar megah yang menjadi saksi bisu sebuah janji. Bagi Xiao Qing, seorang putri mahkota yang anggun dan terpelajar, aroma itu membangkitkan sesuatu yang jauh, terlalu jauh untuk diingat.

Di aula besar, ia bertemu dengan Jenderal Li Wei, seorang pemuda dengan tatapan setajam elang dan hati yang tersembunyi di balik baja. Saat mata mereka bertemu, dunia di sekitar Xiao Qing membeku. Itu bukan sekadar ketertarikan, melainkan sebuah pengakuan—sebuah gema dari masa lalu yang berdarah. Suara bariton Li Wei, meski asing di telinganya saat ini, terdengar seperti melodi yang sudah lama ia kenal, melodi yang dinyanyikan di bawah rembulan seratus tahun silam.

"Yang Mulia," sapa Li Wei, membungkuk hormat. "Semoga bunga plum memberikan berkah bagi istana."

Xiao Qing nyaris tidak mendengar kata-kata itu. Ia hanya melihat bayangan—bayangan seorang kaisar muda yang ambisius dan seorang permaisuri yang dicintai, terpisahkan oleh intrik dan pengkhianatan. Bayangan mereka—bayangannya dan bayangan Li Wei—tertinggal di ruang tahta, abadi dalam kesedihan dan penyesalan.

Setiap hari, Xiao Qing dan Li Wei saling mendekat, tertarik oleh benang takdir yang tak kasat mata. Mimpi-mimpi aneh menghantui mereka—pemandangan istana yang terbakar, pedang yang berlumuran darah, dan sumpah setia yang dilanggar. Perlahan, kepingan-kepingan masa lalu mulai tersusun.

Li Wei, dalam kehidupan sebelumnya, adalah Kaisar Zhao, seorang penguasa yang ambisius namun naif. Xiao Qing, sebagai Permaisuri Mei, adalah cintanya, penasihatnya, dan akhirnya, korbannya. Kaisar Zhao, tergoda oleh kekuasaan dan hasutan para menteri korup, menjebak Permaisuri Mei atas pengkhianatan. Ia dihukum mati, sebuah kesalahan fatal yang menghantuinya selama seratus tahun.

Kebenaran terungkap sedikit demi sedikit, melalui lukisan-lukisan kuno, catatan tersembunyi, dan deja vu yang menusuk. Xiao Qing menyadari bahwa ia dilahirkan kembali bukan hanya untuk bertemu dengan Li Wei, tetapi untuk menuntut keadilan. Namun, bukan dengan kemarahan dan dendam.

Pada malam penobatan Xiao Qing sebagai Maharani, ia berdiri di ruang tahta yang sama, di bawah cahaya bulan yang pucat. Li Wei berlutut di hadapannya, pedang di tangannya, siap untuk bersumpah setia. Xiao Qing menatapnya dalam-dalam. Di matanya, ia melihat bukan hanya Jenderal Li Wei, tetapi Kaisar Zhao yang menyesal.

"Jenderal Li," kata Xiao Qing, suaranya tenang namun menusuk. "Anda telah melayani istana dengan setia. Saya memberi Anda penghargaan—kebebasan."

Li Wei mendongak, bingung. "Yang Mulia?"

"Saya tahu siapa Anda. Saya tahu apa yang Anda lakukan," kata Xiao Qing, keheningan di antara kata-katanya lebih mematikan daripada teriakan amarah. "Namun, saya tidak akan membalas dendam. Balasan terbaik adalah pengampunan."

Kata-kata itu menghantam Li Wei seperti petir. Ia tahu bahwa ia pantas dihukum, namun pengampunan Xiao Qing terasa lebih menyakitkan daripada kematian. Ia merasakan beban seratus tahun penyesalan akhirnya terangkat, namun di saat yang sama, ia kehilangan segalanya.

Xiao Qing melangkah maju, mengangkat pedang Li Wei. "Saya tidak akan memerintah dengan pedang, tetapi dengan keadilan dan kasih sayang. Pergilah, Jenderal Li. Bebaskan diri Anda dari masa lalu. Itu adalah hukuman Anda—dan pembebasan Anda."

Li Wei bangkit berdiri, membungkuk hormat sekali lagi, dan berjalan keluar dari ruang tahta, meninggalkan Xiao Qing sendirian dengan bayangan masa lalu. Di luar, bunga plum mekar dengan gugur, daunnya menari-nari di angin malam, seolah membisikkan sebuah rahasia.

Xiao Qing menatap langit, merasakan angin menyentuh pipinya. Ia mendengar bisikan samar, suara yang sangat jauh, namun sangat familiar: "Kita akan bertemu lagi, di kehidupan yang lain..."

You Might Also Like: Jualan Skincare Jualan Online Mudah

OlderNewest

Post a Comment