Kau Tersenyum di Pesta Pernikahanmu, Sementara Aku Belajar Cara Melupakan
Embun pagi merayap di kelopak mawar putih, sama halnya dengan kebohongan yang merayap di hatiku. Di balik setiap kelopak, tersimpan duri tajam. Di balik senyummu, ada pengkhianatan.
Namamu, Lin Wei, dulu adalah melodi yang kurangkai dalam setiap puisi. Sekarang, hanya gema pahit yang mengiris sunyiku. Kau berdiri di altar, gaun putihmu berkilauan, senyummu merekah sempurna. Kau adalah pengantin yang sempurna, di hari pernikahanmu.
Sementara aku? Aku berdiri di antara kerumunan, bayangan gelap yang tak diinginkan. Aku di sini, menyaksikan kebahagiaanmu yang dibangun di atas puing-puing hatiku. Dulu, kaulah janjiku, masa depanku, segalanya. Sekarang, kau hanyalah bayangan yang menghantuiku.
Zhou Yi, sahabatku, berdiri di sampingmu sebagai pengantin pria. Ironi yang begitu kejam. Dulu, kita bertiga adalah satu. Sekarang, kita terpisahkan oleh tembok kebohongan dan rahasia.
Aku ingat malam itu. Malam di bawah bintang-bintang, ketika kau bersumpah setia padaku. Malam ketika Zhou Yi memohon restuku untuk melamarmu, karena ia tahu betapa berartinya kau bagiku. Bodohnya aku, aku memberikan restuku. Bodohnya aku, aku percaya pada persahabatan.
Kebenaran adalah duri yang tertelan. Aku menggali lebih dalam, mencari celah dalam cerita sempurna yang kau rajut. Aku menemukan surat-surat cinta, bukan untuk Zhou Yi, tapi untukku. Surat-surat yang kau sembunyikan, surat-surat yang membuktikan... semuanya.
Kau dan Zhou Yi merencanakan ini. Selama bertahun-tahun, kalian berdua merajut jaring kebohongan, mengurungku dalam ilusi. Kalian memanfaatkan kepercayaanku, menghancurkan hatiku dengan sengaja.
Puncaknya tiba di hari pernikahanmu. Saat kau mengucap janji suci, aku bisa merasakan kebencian membakar diriku. Aku ingin berteriak, mengungkap kebenaran di depan semua orang. Tapi, aku memilih jalan lain. Jalan yang lebih menyakitkan, jalan yang lebih memuaskan.
Setelah resepsi, aku mendekatimu. Kau tersenyum, senyum palsu yang membuatku muak.
"Selamat, Lin Wei," ucapku, suara tenangku menghancurkan kedamaian di matamu. Aku menyerahkan amplop putih padamu.
"Apa ini?" tanyamu, kerutan bingung menghiasi dahimu.
"Hadiah pernikahan," jawabku. Di dalam amplop itu, ada foto-foto. Foto-foto yang menunjukkan Zhou Yi berselingkuh, jauh sebelum hari pernikahan ini. Foto-foto yang membuktikan bahwa cintanya padamu hanyalah kebohongan belaka.
Matamu membelalak. Senyummu memudar, digantikan oleh kengerian.
"Kau…" gumammu, suaramu bergetar.
"Aku hanya menunjukkan kebenaran," bisikku, senyum tipis tersungging di bibirku. "Kau pantas mendapatkannya, Lin Wei. Kau pantas merasakan sakit yang kurasakan."
Aku berbalik, meninggalkanmu di sana, hancur. Aku tidak menunggu untuk melihat reaksinya. Aku tahu, hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Balas dendamku tidak berdarah, tapi mematikan.
Aku berjalan menjauh, menghilang dalam kerumunan. Aku telah membalas dendam. Aku telah membuktikan kebenaran. Tapi, ada satu pertanyaan yang terus menghantuiku: Apakah semua ini sepadan?
Malam itu, aku pergi. Meninggalkan kota ini, meninggalkan kenangan pahit ini. Aku tahu, di suatu tempat, jauh di lubuk hatiku, aku akan selalu mengingatmu. Tapi, aku akan belajar cara melupakan. Aku akan belajar cara mencintai lagi. Aku akan belajar cara hidup tanpa bayang-bayang kebohonganmu.
Akankah dia menemukan kebahagiaan yang sebenarnya, atau justru terjebak dalam dendam yang membara?
You Might Also Like: 0895403292432 Agen Skincare Bisnis
Post a Comment