Cinta yang Menggigil di Tengah Bara
Di tengah hamparan lembah Lupine yang menghijau, berdiri sebuah paviliun kuno. Di sanalah, Mei Hua, seorang wanita muda dengan mata seteduh danau, sering melukis. Lukisannya bukan sekadar goresan tinta, melainkan jendela menuju dunia lain, dunia yang ia rasakan begitu dekat namun tak mampu ia gapai.
Ia selalu bermimpi tentang seorang pria, Jenderal Zhao, dengan mata setajam elang dan hati selembut sutra. Mereka berdiri di bawah pohon persik yang sedang bermekaran, bersumpah setia di bawah saksi bulan purnama. Namun, mimpi itu selalu berakhir dengan darah, pengkhianatan, dan bara yang melalap segalanya.
Seratus tahun lalu, Jenderal Zhao dituduh berkhianat dan dieksekusi atas perintah kaisar yang termakan fitnah. Lin Yue, kekasih Jenderal Zhao, bersumpah akan membalas dendam namun akhirnya memilih mengakhiri hidupnya sendiri di depan makam sang jenderal. Sebelum menghembuskan napas terakhir, ia mengukir janji di nisan: "Kita akan bertemu lagi, di kehidupan yang lain. Dan di sana, aku akan membalas semua ini."
Kini, Mei Hua merasakan gaung janji itu dalam setiap detak jantungnya. Ia bertemu dengan Han Xing, seorang pengusaha muda yang karismatik. Tatapan Han Xing membuatnya menggigil, bukan karena kedinginan, melainkan karena pengakuan yang tiba-tiba: ia mengenal mata itu, dari kehidupan yang lain.
Setiap pertemuan mereka terasa seperti deja vu. Suara tawa Han Xing membangkitkan kenangan tentang melodi kecapi yang dimainkan Jenderal Zhao. Bunga Lupine yang mekar di musim semi, mengingatkannya pada pohon persik yang menjadi saksi bisu sumpah setia mereka.
Perlahan, misteri masa lalu mulai terkuak. Mei Hua menemukan catatan harian kuno yang menceritakan tentang fitnah, pengkhianatan, dan sumpah balas dendam. Ia menyadari bahwa ia adalah reinkarnasi dari Lin Yue, dan Han Xing adalah reinkarnasi dari Jenderal Zhao.
Namun, ada satu kebenaran pahit yang tersembunyi: dalang di balik kematian Jenderal Zhao bukanlah kaisar, melainkan keluarga Han Xing sendiri, yang saat itu mendambakan kekuasaan.
Mei Hua memiliki kekuatan untuk membalas dendam. Ia bisa menghancurkan keluarga Han Xing, membalas dendam atas kematian Jenderal Zhao dan dirinya di masa lalu. Tapi, melihat ketulusan dan cinta di mata Han Xing, ia tidak bisa. Dendam hanya akan melahirkan dendam.
Ia memilih jalan yang lebih sulit: pengampunan. Ia mengampuni keluarga Han Xing, melepaskan belenggu masa lalu yang selama ini menghantuinya. Ia membalas dendam bukan dengan kemarahan, melainkan dengan keheningan dan pengampunan yang menusuk.
Di akhir cerita, Mei Hua dan Han Xing berdiri di bawah pohon persik yang sedang bermekaran. Angin berhembus lembut, membawa aroma bunga yang manis. Mereka saling berpandangan, memahami tanpa perlu kata-kata.
Mei Hua menggenggam tangan Han Xing, merasakan kehangatan yang menenangkan. Ia tahu, masa lalu tidak bisa diubah, tetapi masa depan masih bisa ditulis.
Saat senja mulai merayap, Mei Hua berbisik, " Ingatkah kau janji kita, di bawah... "
You Might Also Like: 0895403292432 Skincare Pencerah Wajah
Post a Comment